Rio Christiawan
Dosen Hukum Universitas Prasetiya Mulya
Saat ini film Avengers: Endgame, seri terakhir dari kisah superhero Avengers, sedang diputar di bioskop. Film ini menceritakan para superhero yang menentang keserakahan. Kisah Avengers: Endgame sangat mirip dengan situasi di Indonesia yang tergambar dalam film dokumenter Sexy Killers.
Film Sexy Killers, yang diproduksi oleh rumah produksi Watchdoc, menggambarkan pengelolaan energi, khususnya listrik; pembangkit listrik tenaga uap; dan tambang batu bara yang dipenuhi dengan persekongkolan koruptif sehingga pengelolaannya justru membuat rakyat banyak menderita dan keuntungannya hanya dinikmati oleh sebagian masyarakat, yang digambarkan sebagai masyarakat kelas atas. Film ini sedikit-banyak dapat menjadi referensi bagi masyarakat dan instansi pemerintah tentang fakta empiris pengelolaan sumber daya alam di Indonesia.
Bukti bahwa Sexy Killers menggambarkan fakta empiris adalah terungkapnya konspirasi koruptif antara Eni Saragih, Johannes Kotjo, Idrus Marham, dan Sofyan Basyir dalam kasus PLTU Riau 1. Konspirasi yang pada akhirnya membawa Sofyan Basyir, Direktur Utama PLN, menjadi tersangka ini menggambarkan apa yang ada dalam Sexy Killers benar-benar terjadi dan (masih) terjadi.
Ada kesamaan plot peran Eni, Johannes, Idrus, dan Sofyan sebagaimana diuraikan dan dibuktikan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan apa yang tergambar dalam Sexy Killers. Bahaya sebenarnya adalah kekayaan alam yang semestinya digunakan untuk kemakmuran rakyat justru dieksploitasi secara koruptif oleh pejabat korup dan pengusaha hitam.
Kasus korupsi PLTU Riau 1 merupakan contoh empiris bahwa tata kelola energi masih sarat akan konspirasi koruptif dan mendesak untuk diselesaikan hingga akar masalahnya. KPK sebenarnya telah memiliki tim Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA). Film Sexy Killers dan kasus korupsi PLTU Riau 1 dapat menjadi modal bagi tim itu untuk mengurai dan menuntaskan kasus korupsi sejenis, bahkan hingga menjangkau "ikan kakap" yang selama ini belum tersentuh.
Namun tim GNPSDA juga perlu berperan dalam pencegahan korupsi. Tim harus fokus menciptakan sistem untuk melakukan langkah antisipasi. Penelitian Widjojo (2000) menunjukkan bahwa yang lebih diperlukan untuk menyelesaikan persoalan konspirasi koruptif di bidang sumber daya alam adalah penciptaan sistem sebagai langkah intercept (antisipasi).
Ini sejalan dengan yang disampaikan Nitibaskara (1996), yakni pencegahan adalah upaya pemberantasan terbaik. Dalam hal ini, menyelesaikan persoalan korupsi di bidang energi dan sumber daya alam tidak cukup hanya dengan menangkap dan memenjarakan para pelakunya. Sistem dan regulasi yang kuat adalah jalan keluar untuk mengakhiri konspirasi koruptif di bidang energi dan sumber daya alam.
Kriminolog spesialis kejahatan konspirasi Jaqueline (2002) menyatakan "trust is good but system is better". Selain harus menempatkan pejabat yang dapat dipercaya secara integritas, pemerintah perlu membangun sistem yang sulit dieksploitasi. Adakah sistem yang tidak bisa dieksploitasi? Jawabannya, dengan fungsi pengawasan yang kuat, seperti audit dan inspektorat yang berfungsi optimal, hal ini akan membuat sistem sempurna dan tidak dapat dieksploitasi.
Masyarakat harus mengapresiasi kinerja KPK menuju "end game" tersebut, tapi akhir ini tidak dapat dicapai tanpa peta jalan, implementasi sistem, dan pengawasan yang kuat. Melindungi kepentingan rakyat tidak cukup hanya dengan penegakan hukum, tapi dengan membangun sistem dan pengawasan yang kuat (preventif). Dengan demikian, hal ini akan memenuhi esensi negara hadir untuk melindungi segenap tumpah darah dan mewujudkan keadilan yang merata.
Guna memperkuat kinerja tim GNPSDA, tim nasional pencegahan korupsi yang telah dibentuk presiden dapat memperkuat kinerja tim GNPSDA, baik yang berkaitan dengan fungsi koordinatif dan preventif maupun penegakan hukum. Esensi negara sebagai organisasi kekuasaan rakyat yang harus menjaga kepentingan rakyat dengan mengelola sumber daya alam yang terkandung di Indonesia untuk kesejahteraan rakyat harus dikembalikan. Dengan demikian, amanat konstitusi melalui Pasal 33 UUD 1945 dapat dilaksanakan untuk menuju kesejahteraan rakyat.